Assalamu'alaikum Warahmatullaahi Wabarakatuh, Selamat Datang di Blog-SITE "PIMPINAN RANTING GERAKAN PEMUDA ANSOR GEMAHARJO" Kec. Watulimo Kab. Trenggalek. Semoga Bermanfaat Untuk Kita Semua. Aamiin

Senin, 20 Maret 2017


Al-Imam Abu Hamid Muhamad bin Muhammad Al-Ghazali dalam karyanya Ihya’ Ulumiddin mengatakan bahwa peran pokok manusia sebagai khalifah di dunia ada empat macam. Di mana manusia tidak akan mampu menciptakan sebuah peradaban tanpa keempat macam peran itu.

Keempat macam peran itu adalah (1) Az-Zira’ah (pertanian), (2) Al-Hiyakah (industri tekstil), (3) Al-Bina’ (pembangunan), dan (4) As-Siyasah (politik). Selain keempat peran tersebut, apa yang menjadi karya manusia di dunia hanyalah pelengkap saja.

Keempatnya menjadi penting karena memenuhi dan mengatur kebutuhan pokok kehidupan manusia di dunia. Az-Zira’ah (pertanian) memenuhi dan mengatur kebutuhan pangan manusia. Al-Hiyakah (industri tekstil) memenuhi kebutuhan sandang. Al-Bina’ (pembangunan) mengatur dan melayani kebutuhan tempat tinggal (papan). Sedangkan politik memenuhi dan mengatur kebutuhan sosial untuk keberlangsungan semua hal di atas.

Dari kesemua peran di atas, Imam Al-Ghazali mengatakan bahwa peran politik adalah peran yang paling mulia. Hal ini karena dengan peran politik, manusia dapat memiliki wewenang untuk menjaga, mengatur dan menegakkan kebaikan bagi semua peran pokok manusia di atas.

Selanjutnya Imam Al-Ghazali membagi peran politik kepada 4 (empat) tingkatan yaitu (1) peran politik para nabi yang memberikan pelayanan lahir dan batin kepada semua kalangan umat, (2) peran politik para penguasa (raja, sultan, khalifah, presiden) yang memberikan pelayanan lahiriyah kepada semua kalangan umat, (3) peran politik para ulama yang memberikan pelayanan batiniah (ilmu dan agama) kepada semua kalangan masyarakat, dan (4) para muballigh yang memberikan pelayanan ilmu dan agama kepada kalangan masyarakat awam saja.

Dari keempat peran tersebut, Imam Al-Ghazali menyatakan bahwa yang paling mulia setelah peran para nabi adalah peran para ulama. Hal ini karena telah dinyatakan bahwa para ulama adalah pewaris para nabi. Demikian ini karena telah dibuktikan bahwa para ulama telah mendidik masyarakat dan membersihkan hati mereka dari akhlak tercela dan menunjukkan kepada akhlak yang baik.

Ringkasnya, Imam Al-Ghazali meletakkan posisi para ulama sebagai paling mulia setelah nabi karena peran politik kebangsaan mereka dalam membangun karakter manusia yang luhur. Di mana dengan karakter luhur tersebut akan menjadi insan yang berbudi luhur dan mampu menjadi pemimpin bangsa yang baik.

Uraian ini disarikan dari Kitab Ihya’ Ulumiddin karya Imam Al-Ghazali, juz 1, halaman 13-14. (R Ahmad Nur Kholis)



Sumber : NU Online


Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Pengasuh rubrik Bahtsul Masail NU Online yang baik, ketika sembahyang ashar dan terutama sembahyang maghrib tiba banyak anak-anak kecil usia sekolah dasar berkumpul di masjid. Mereka ikut sembahyang berjamaah bersama orang dewasa. Hanya saja mereka sesekali bercanda di masjid yang menimbulkan kegaduhan.

Ada juga pengurus masjid dan sebagian jamaah yang memperingati mereka. Sebagian lagi ada yang membentak mereka dengan keras. Sebenarnya bagaimana sikap kita menghadapi anak-anak kecil yang sesekali bercanda di masjid? Mohon penjelasannya. Terima kasih. Assalamu alaikum. wr. wb. (Musa/Jakarta).

Jawaban
Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Penanya yang budiman, semoga Allah SWT menurunkan rahmat-Nya kepada kita semua. Bermain lebih tepatnya bercanda memang sudah fitrah anak-anak. Karenanya hal ini tidak bisa dihindari. Tetapi kadang candaan mereka juga menggangu kenyamanan jamaah dewasa pengguna masjid.

Lalu bagaimana kita sebagai pengurus masjid atau orang dewasa menanggapi kehadiran anak-anak itu di masjid. Berikut ini kami kutip keterangan Imam Al-Ghazali perihal kemunkaran di masjid termasuk batasan dan pengecualiannya.


ولا بأس بدخول الصبي المسجد إذا لم يلعب ولا يحرم عليه اللعب في المسجد ولا السكوت على لعبه إلا إذا اتخذ المسجد ملعبا وصار ذلك معتادا فيجب المنع منه فهذا مما يحل قليله دون كثيره ودليل حل قليله ما روي في الصحيحين أن رسول الله صلى الله عليه و سلم وقف لأجل عائشة رضي الله عنها حتى نظرت إلى الحبشة يزفنون ويلعبون بالدرق والحراب يوم العيد في المسجد ولا شك في أن الحبشة لو اتخذوا المسجد ملعبا لمنعوا منه ولم ير ذلك على الندرة والقلة منكرا حتى نظر إليه 

Artinya, “Anak kecil tidak masalah masuk ke masjid selagi ia tidak bermain. Bermain di masjid tidak haram bagi mereka. Membiarkan mereka bermain di masjid juga tidak diharamkan kecuali jika mereka menjadikan masjid tempat bermain, dan itu sudah menjadi kebiasaan mereka. Kalau sudah demikian (masjid jadi tempat bermain), maka wajib dilarang karena bermain di masjid termasuk aktivitas yang halal jika sedikit, dan tidak halal ketika banyak. Dalilnya adalah hadits riwayat Bukhari dan Muslim bahwa Rasulullah SAW berdiam demi Aisyah RA yang menyaksikan anak-anak Habasyah menari dan bermain perisai dari kulit dan berperang-perangan pada hari Idul Fithri di masjid. Tidak diragukan lagi bahwa anak-anak Habasyah itu seandainya menjadikan masjid tempat bermain, niscaya mereka akan dilarang bermain. Rasulullah SAW tidak memandang anak-anak itu bermain itu sebagai sebuah kemunkaran sehingga beliau SAW ikut menyaksikannya karena saking jarang dan langkanya,” (Lihat Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali, Ihya’ Ulumiddin, Mesir, Mushtafa Albabi Al-Halabi wa Auladuh, 1939 M/1358 H, juz 2, halaman 332).

Sayid Muhammad Az-Zabidi yang dengan telaten mensyarahkan kitab Ihya Ulumiddin mengakui bahwa kehadiran orang gila, anak kecil, dan orang mabuk perlu diwaspadai. Mereka tidak bisa menguasai diri sendiri sehingga dikhawatirkan dapat mencemari masjid. Ada baiknya kita melihat sedikit catatan Sayid Muhammad Az-Zabidi berikut ini.


ومنها دخول المجانين والصبيان والسكارى في المسجد فإن هؤلاء مسلوبو الاختيار لا يتحفظون على أنفسهم فليجتنب دخولهم فيه (ولا بأس بدخول الصبي المسجد إذا لم يلعب) وأمن مع ذلك من التلويث

Artinya, “Di antara kemunkaran adalah masuknya orang gila, anak kecil, dan orang mabuk ke dalam masjid. Karena, mereka tidak memiliki daya pilih. Mereka tidak bisa memelihara diri mereka sendiri. Karenanya diusahakan mereka tidak masuk ke dalam masjid. (Anak kecil tidak masalah masuk ke masjid selagi ia tidak bermain). Dan bersamaan dengan (bermainnya) itu aman dari pencemaran,” (Lihat Sayid Muhammad bin Muhammad Al-Husayni Az-Zabidi, Ithafus Sadatil Muttaqin bi Syarhi Ihya’i Ulumiddin, Beirut, Muassasatut Tarikhil Arabi, 1994 M/1414 H, juz 7, halaman 55-56).

Bahkan Sayid Muhammad Az-Zabidi lebih tegas mengatakan bahwa candaan anak kecil di dalam masjid bukan bagian dari kemunkaran seperti Rasulullah SAW menyikapi kehadiran anak-anak Habasyah yang bermain di masjid seperti kami kutip berikut ini.


ولم ير ذلك على الندرة والقلة منكرا حتى نظر إليه( بنفسه تعليما للأمة وتنبيها لهم بأن في هذا الدين فسحة

Artinya, “(Rasulullah SAW tidak memandang anak-anak itu bermain itu sebagai sebuah kemunkaran sehingga beliau SAW) sendiri (ikut menyaksikannya karena saking jarang dan langkanya) sebagai pendidikan dan peringatan bagi umatnya bahwa di dalam agama terdapat kelonggaran-kelonggaran,” (Lihat Sayid Muhammad bin Muhammad Al-Husayni Az-Zabidi, Ithafus Sadatil Muttaqin bi Syarhi Ihya’i Ulumiddin, Beirut, Muassasatut Tarikhil Arabi, 1994 M/1414 H, juz 7, halaman 56).

Catatan kami, kehadiran anak-anak kecil di masjid perlu dimaklumi dan perlu pendampingan orang tua, terutama bagi anak-anak kecil di bawah usia lima tahun agar tidak mencemari masjid dengan kemungkinan najis yang ada padanya.

Berikutnya, pengurus masjid dan para jamaah perlu memaklumi bahwa kehadiran anak-anak kecil terutama anak-anak di atas lima tahun itu patut disyukuri karena mereka sudah mengawali pembiasaan di masjid sedini mungkin.

Menciptakan “masjid ramah anak” memang membutuhkan kesiapan manajemen, tata ruang, dan kesadaran tinggi seluruh jamaah. Padahal anak-anak kecil juga memiliki hak guna terhadap masjid. Adapun candaan mereka yang mengganggu kenyamanan jamaah dewasa cukup diperingati dengan lemah lembut, tidak perlu bentakan, hardikan, dan cara kasar lainnya karena cara-cara kasar dapat menciptakan trauma dan banyak mudharat lainnya.

Demikian yang dapat kami kemukakan. Semoga bisa dipahami dengan baik. Kami selalu terbuka dalam menerima saran dan kritik dari para pembaca.

Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq,
Wassalamu ’alaikum wr. wb.


Sumber : NU Online


Suatu hari, Simbah Kiai Abdul Hamid Pasuruan menerima tamu seorang pria yang kebetulan memakai gelang yang terbuat dari emas. Padahal, sebagaimana yang telah termaktub dalam beberapa kitab fiqh, haram hukumnya seorang lelaki memakai perhiasan, baik cincin maupun gelang, yang terbuat dari emas.

Namun, untuk mengingatkan sang tamu, kyai Abdul Hamid tidak serta merta menyuruh orang tersebut mencopot, apalagi memaksa. Dengan lemah lembut, beliau meminta gelang emas tersebut dari tamu. "Pak gelange kulo suwun njiih (Pak, gelangnya saya minta ya)," kata Kiai Abdul Hamid.

Karena yang meminta adalah seorang tokoh ulama yang sangat disegani, dengan gembira sang tamu pun memberikan gelang tersebut. "Monggo Pak Kiai," sahut sang tamu.

Setelah diambil Kiai Hamid, ia kemudian memberikan kembali gelang tersebut kepada si tamu, sambil berkata. "Pak, niki gelange kulo hadiahaken kagem istri njenengan (Pak, ini gelangnya saya hadiahkan untuk istri Anda,” tutur Kiai Hamid.

Dengan sedikit kebingungan karena pemberian yang ia berikan, justru diberikan kembali, sang tamu pun bertanya. Pertanyaan tersebut dijawab Kiai Hamid dengan penjelasan bahwa seorang lelaki dilarang untuk memakai gelang emas.

Setelah mendengarkan penjelasan tersebut, sang tamu pun mau menerima penjelasan tersebut dan tidak memakai gelang emasnya dengan senang hati dan tanpa ada rasa dipaksa.

Begitulah akhlak seorang ulama, melarang tanpa harus menyakiti yang bersangkutan. Lahu al-fatihah! (Ajie Najmuddin, disarikan dari Ceramah Habib Muhammad bin Husein bin Anis Al-Habsyi Solo, pada pengajian Khotmil Qur'an MWC NU LAWEYAN, Senin (13/3/2017) )


Sumber : NU.OR.ID

SUPPORTED BY

MUTIARA HIKMAH

“Ingatlah.. Allah selalu memberikan kelebihan dibalik kekurangan. Allah selalu memberikan Kekuatan dibalik kelemahan.”

“Ketika perjalanan hidup terasa MEMBOSANKAN. Maka Allah menyuruh kita untuk banyak BERSYUKUR.”

“Ketika kesedihan menjatuhkan AIR MATA Maka Allah meminta kita untuk berusaha TERSENYUM .”

“Kegagalan dalam hidup merupakan salah satu proses untuk menuju sukses.”

TERJEMAHKAN

Diberdayakan oleh Blogger.

NU PEDULI

INFO KARTANU ATM

POST ANSORUNA

PEPELING

“Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui apa yang akan dilakukannya besok. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.”
(Q.S. Luqman: 34)